Apakah kamu tahu, ternyata Upacara Galungan di Bali bukan hanya ritual keagamaan atau “hiburan” bagi penonton? Ternyata upacara ini juga melambangkan bahwa dalam kehidupan ada kebaikan dan kejahatan, di mana kebaikanlah yang akan menang.
Lalu, bagaimana bisa upacara ini melambangkan hal tersebut? Semuanya tergambar mulai dari makna, hingga prosesnya. Nah, bagi kamu yang penasaran tentang seberapa powerful-nya upacara ini, yuk, cari tahu apa itu Upacara Adat Galungan melalui artikel di bawah!
Sejarah dan Makna Upacara Galungan Bali
Upacara Galungan diadakan pada Rabu Kliwon Dungulan, dengan rentang sekali dalam 210 hari berdasarkan kalender Bali.
Galungan asal katanya Jawa Kuno yang artinya “bertarung”. Asal mula perayaan ini menurut mitologi Hindu adalah karena Raja Mayadenawa, seorang pemimpin zalim yang melarang rakyatnya melakukan ibadah pada dewa-dewa.
Melalui sebuah pertempuran besar, Dewa Indra pun berhasil menghentikan kezaliman Mayadenawa tersebut. Kemenangan Dewa Indra inilah yang melandasi munculnya Hari Raya Galungan, yang berperan sebagai lambang keberhasilan dharma mengalahkan adharma.
Berdasarkan Lontar Purana Bali Dwipa, banyak yang mempercayai bahwa tahun 882 adalah momen pertama terjadinya Galungan ini.
Namun, hari raya ini sempat berhenti selama beberapa waktu. Akhirnya, sejak era Raja Sri Jayakasunu yang mendapatkan wangsit Dewi Surga, perayaan ini dihidupkan lagi hingga sekarang.
Galungan ini mengajari umat Hindu agar senantiasa menjaga keseimbangan pikiran, ucapan, dan perbuatannya. Lalu, umat pun diajarkan agar dapat mengendalikan tiga nafsu jelek yang sering mengganggu manusia, yaitu kala amangkurat (nafsu berkuasa tanpa ada adanya batasan), kala dungulan (merebut hak orang kain), dan kala galungan (menang melalui cara yang salah).
Selama upacara, pada umat mendapatkan ajakan agar merenungkan lagi kehidupan spiritualnya; menebar kebaikan; serta menjaga keseimbangan pikiran, perkataan, dan perbuatannya.
Rangkaian Acara Upacara Galungan
Sebelum puncak perayaannya, upacara ini sudah dimulai sejak jauh hari, di mana urutannya sebagai berikut:
1. Tumpek Wariga
Acara Tumpek Wariga berlangsung 25 hari sebelum perayaan puncak. Pada tahap pertama ini, para masyarakat melakukan doa kepada Sang Pencipta supaya pepohonan memberikan hasil baik untuk keperluan upacara mendatang.
2. Sugihan Jawa dan Sugihan Bali
Kedua ritual ini berlangsung 5-6 hari sebelum upacara puncak. Ketika Sugihan Jawa, penduduk akan bekerja sama melakukan pembersihan di area lingkungan rumah dan tempat ibadah mereka. Lalu, saat Sugihan Bali, mereka berfokus untuk menyucikan diri masing-masing dari sisi spiritual.
3. Hari Penyekeban
Tiga hari sebelum perayaan puncak, para penduduk mulai melakukan persiapan barang untuk sesajen, seperti buah-buahan dan sebagainya.
4. Hari Penyajaan
Dua hari sebelum upacara puncak, para penduduk Hindu Bali akan mulai membuat bermacam tipe sesajen yang akan mereka pergunakan saat acara.
5. Hari Penampahan
Sehari sebelum upacara puncak, penduduk akan melakukan sembelih terhadap hewan-hewan yang akan jadi persembahan. Momen penyembelihan ini juga menjadi simbol masyarakat yang menumpas nafsu buruk dalam dirinya.
6. Hari Raya Galungan
Ini merupakan puncak acara keagamaan ini, di mana para penduduk mengirimkan doa mereka kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Setelah sesi berdoa, masyarakat juga mengunjungi rumah keluarganya untuk menjaga silaturahmi.
7. Hari Umanis Galungan
Satu hari sesudah upacara, para penduduk pada umumnya akan tinggal di rumah untuk bersantai dengan keluarga sekaligus menyantap berbagai hidangan khas perayaan ini.
8. Hari Kuningan
Sepuluh hari sesudah Galungan, rangkaian prosesi ini berakhir dengan momen Hari Kuningan. Di momentum ini, para penduduk akan melakukan ini sembahyang terakhir sekaligus pemasangan penjor untuk melambangkan kemakmuran.
Nah, dengan rangkaian prosesi yang panjang dan penuh makna, tidak heran jika Upacara Galungan ini mempunyai kesan tersendiri bagi masyarakat Hindu Bali. Jika kamu tertarik menyaksikannya secara langsung, pastikan datang menjelang Hari Galungan dan Kuningan, ya!