DENPASAR – Laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali Tahun Anggaran 2024 menjadi perhatian serius dalam Rapat Paripurna DPRD Bali, Rabu (9/7/2025) di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Denpasar.
Dalam sidang yang dihadiri langsung Gubernur Bali Wayan Koster, DPRD Bali menyoroti sejumlah temuan dalam Laporan Keuangan Pemprov Bali 2024 yang perlu segera ditindaklanjuti.
Koordinator Pembahasan Rancangan Perda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2024, Gede Kusuma Putra, menyampaikan bahwa meskipun secara umum realisasi anggaran tergolong positif, BPK RI menemukan beberapa persoalan penting dalam tata kelola anggaran Pemprov Bali.
“Beberapa temuan BPK meliputi pengelolaan Pungutan Wisata Asing (PWA) yang belum memadai, realisasi belanja pegawai yang belum sesuai aturan, serta pemanfaatan dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) yang belum maksimal,” kata Kusuma Putra.
Realisasi APBD Bali 2024: Surplus dan SiLPA Naik Signifikan
Berdasarkan data resmi, Pendapatan Daerah Bali 2024 mencapai Rp 7,824 triliun atau 113,80 persen dari target awal Rp 6,876 triliun. Di sisi lain, belanja daerah mencapai Rp 7,293 triliun, atau 93,55 persen dari rencana awal Rp 7,795 triliun.
Dengan perbandingan tersebut, surplus APBD Bali 2024 mencapai Rp 531,546 miliar.
Dari sisi pembiayaan, Pemprov Bali menerima dana sebesar Rp 342 miliar. Yang terdiri dari SiLPA tahun 2023 sebesar Rp 171,480 miliar dan pencairan dana cadangan Rp 171,170 miliar. Pengeluaran pembiayaan mencapai Rp 250,464 miliar, mencakup penyertaan modal daerah dan pembayaran cicilan pokok utang.
“Dengan pembiayaan netto sebesar Rp 92,185 miliar, total SiLPA Bali 2024 tercatat Rp 623,732 miliar. Ini adalah peningkatan signifikan dibanding tahun sebelumnya,” ujar Kusuma Putra.
DPRD Bali Dorong Perda Penjualan Aset untuk Tingkatkan PAD
Di tengah sorotan terhadap pengelolaan anggaran, DPRD Bali juga menggulirkan wacana penyusunan Peraturan Daerah (Perda) tentang penjualan aset tanah milik Pemprov Bali. Tujuannya adalah mengoptimalkan aset tidak produktif dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bali.
“Kami mendorong adanya Perda penjualan aset Pemprov Bali, dengan syarat ketat. Aset yang dijual harus berupa tanah terbatas, tidak digunakan untuk pelayanan publik, tidak termasuk kawasan lindung atau zona hijau,” jelas Kusuma Putra.
Menurutnya, banyak aset milik Pemprov yang tidak dimanfaatkan secara optimal dan justru rawan dikuasai oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Dewan juga menyarankan agar tanah-tanah negara yang ada di wilayah Bali sebaiknya dimohonkan menjadi aset resmi Pemprov Bali demi kepastian hukum dan kebermanfaatan bagi masyarakat.
Dukungan untuk Terobosan Gubernur Bali Wayan Koster
Usulan ini dinilai sejalan dengan semangat reformasi tata kelola dan regulasi yang selama ini digalakkan oleh Gubernur Wayan Koster.
“Banyak kebijakan Gubernur Bali yang merupakan terobosan, bahkan dalam hal-hal yang belum diatur oleh pemerintah pusat. Jika dilakukan untuk kepentingan masyarakat dan dikelola dengan baik, kenapa tidak?” ujar Kusuma Putra yang juga politisi senior PDI Perjuangan.
Kesimpulan: Optimalkan Aset, Perkuat Tata Kelola
Meski laporan keuangan menunjukkan surplus dan kenaikan SiLPA, DPRD Bali menekankan perlunya evaluasi dan perbaikan tata kelola. Khususnya pada aspek yang menjadi catatan BPK RI. Wacana penyusunan Perda penjualan aset Pemprov Bali juga menjadi strategi alternatif untuk mendukung pembiayaan pembangunan ke depan.
DPRD Bali berharap agar pemanfaatan aset dan optimalisasi PAD ke depan dilakukan secara terencana, akuntabel, dan transparan. Demi kemajuan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Bali secara menyeluruh.
Putri Koster Ajak Mahasiswa UNUD Jadi Agen Perubahan Lewat Pemilahan Sampah dari Sumber