Denpasar — Menjelang penutupan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung yang dijadwalkan pada 23 Desember 2025, penguatan pengelolaan sampah berbasis sumber menjadi perhatian serius berbagai pihak. Salah satunya disampaikan oleh Duta Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber Palemahan Kedas (PSBS Padas) Provinsi Bali, Ibu Putri Koster. Yang menegaskan pentingnya pemilahan sampah sejak dari sumbernya.
Hal tersebut disampaikan Ibu Putri Koster saat menjadi narasumber dalam Seminar Peranan Strategis Pengelolaan Tuntas Sampah Rumah Tangga Pasca Penutupan TPA Suwung. Bertema “Transformasi Pengelolaan Sampah Menghadapi Penutupan TPA Suwung: Sinergi Lembaga Pendidikan Tinggi, Pemerintah, dan Praktisi” yang digelar di Gedung Kerta Sabha, Denpasar, Kamis (18/12).
Menurutnya, keberhasilan pengelolaan lingkungan di suatu daerah sangat ditentukan oleh sistem pengelolaan sampah yang tertata. Berkelanjutan, dan berbasis kesadaran masyarakat. “Pengelolaan sampah yang tersistem akan terlihat dari kesadaran masyarakat dalam melakukan pemilahan sampah di sumbernya. Yakni sampah organik, anorganik, dan bahan berbahaya dan beracun (B3),” ujar Ibu Putri Koster.
Ia menegaskan bahwa langkah tersebut sejalan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Serta Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
PSBS Jadi Kunci Kurangi Beban TPA
Ibu Putri Koster menambahkan, apabila pemilahan dan pengelolaan sampah dilakukan secara aktif dan serempak dari sumbernya. Maka pengelolaan sampah organik, anorganik, dan residu oleh masing-masing desa diyakini dapat terwujud.
Pola ini dinilai mampu mengurangi dampak lingkungan, menekan volume sampah yang masuk ke TPA. Sekaligus memperkuat kolaborasi antara pemerintah daerah dan masyarakat, dengan dukungan regulasi turunan seperti peraturan menteri dan peraturan daerah yang lebih spesifik.
Rektor UBAD Ingatkan Bahaya Open Dumping
Sementara itu, Rektor Universitas Bali Dwipa (UBAD), I Nyoman Sucipta, mengingatkan bahwa pengelolaan sampah berkelanjutan harus dimulai dari kesadaran masyarakat sebagai produsen sampah.
Ia menekankan pentingnya sosialisasi berkelanjutan agar masyarakat memahami dampak buruk pengelolaan sampah yang tidak tuntas. Khususnya praktik open dumping yang berpotensi mencemari lingkungan, menimbulkan bau tidak sedap, serta berdampak negatif terhadap kesehatan masyarakat.“Peran masyarakat sangat penting dalam memilah sampah di lingkungan masing-masing. Sementara pemerintah berperan dalam pengangkutan dan pengolahan lanjutan menuju tempat pemrosesan akhir,” ujarnya.
Sampah Organik Bali Capai 65 Persen
Pandangan serupa disampaikan oleh Tim Ahli Percepatan Penanganan Timbulan Sampah Plastik dan Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber, Prof. Luh Kartini. Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Bali saat ini menghasilkan sekitar 3.436 ton sampah per hari. Dengan komposisi yang didominasi oleh sampah organik.“Persentase sampah organik di Bali mencapai sekitar 65 persen. Jika dikelola dengan baik, potensi sampah organik lebih dari 2.250 ton per hari ini dapat diolah menjadi sekitar 675 ton pupuk organik per hari,” jelasnya.
Menurutnya, penerapan Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber (PSBS) secara konsisten tidak hanya mampu mengurangi beban TPA. Tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi sektor pertanian, sekaligus menjadi solusi strategis menghadapi penutupan TPA Suwung.
Gubernur Wayan Koster Siap Buka Bali Trail Run 2026 di Kintamani, Dukung Sport Tourism Berkelanjutan



















