Hadiri Rakor Akhir Gugus Tugas Reforma Agraria di Wiswa Sabha Utama, Denpasar
DENPASAR – Kebijakan penting kembali ditegaskan Gubernur Bali Wayan Koster dalam Rapat Koordinasi Akhir Gugus Tugas Reforma Agraria. Yang berlangsung di Gedung Wiswa Sabha Utama, Denpasar, Buda Paing Kuningan (Rabu, 26/11). Dalam kegiatan yang turut dihadiri Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid, dilakukan pula penandatanganan komitmen bersama. Terkait sertifikasi hak atas tanah antara Pemerintah Provinsi Bali dan BPN Bali.
Pada kesempatan tersebut, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid memaparkan arah kebijakan reforma agraria berdasarkan Perpres 62 Tahun 2023. Yang mengatur penataan ulang struktur penguasaan dan pemanfaatan tanah secara berkeadilan. Reforma agraria dilakukan melalui legalisasi aset dan redistribusi tanah guna memberikan kepastian hukum dan memperkuat perlindungan negara atas hak-hak agraria masyarakat.
Reforma agraria, jelasnya, juga menjadi bagian dari visi pembangunan jangka panjang nasional dalam UU Nomor 59 Tahun 2024. Yang menargetkan Indonesia mencapai pendapatan per kapita negara maju, mengurangi ketimpangan sosial, memperkuat SDM, serta menurunkan emisi menuju energi bersih nol emisi.
Ancaman Alih Fungsi Lahan: 165–220 Hektare Sawah Hilang Setiap Hari
Dalam pemaparannya, Nusron Wahid menyoroti penyusutan lahan sawah di Indonesia yang mencapai 60.000–80.000 hektare per tahun. Atau setara 165–220 hektare per hari. Kondisi ini dinilai mengancam ketahanan pangan nasional. Sehingga pemerintah menetapkan peta Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) berdasarkan verifikasi Lahan Baku Sawah (LBS) yang disesuaikan dengan perizinan seperti HGB, PSN, KKPR, dan PBG.
Gubernur Koster Tegaskan Penghentian Izin Hotel, Restoran, dan Toko Modern Berjejaring
Gubernur Wayan Koster dalam sambutannya menegaskan bahwa Bali harus memperketat pengendalian tata ruang mengingat pesatnya pembangunan sektor pariwisata. Ia mengakui bahwa alih fungsi lahan produktif di Bali mencapai 600–700 hektare per tahun, yang sebagian besar dilakukan untuk pembangunan fasilitas pariwisata dan komersial.
“Kami telah menyusun peraturan daerah untuk mengatur alih fungsi lahan produktif. Ke depan, Bupati dan Walikota se-Bali tidak boleh lagi menerbitkan izin pembangunan hotel, restoran yang memakai lahan produktif, serta dilarang mengeluarkan izin pembangunan toko modern berjejaring,” tegas Koster.
Ia menambahkan bahwa pelanggaran tata ruang tidak boleh lagi terjadi. Bangunan yang telah berdiri akan tetap dicarikan solusi tanpa menimbulkan keresahan masyarakat, namun pengetatan aturan harus dilakukan melalui sosialisasi dan pengawasan yang lebih intensif.
Percepatan Sertifikasi dan Penataan Aset di Bali
Kepala Kanwil BPN Bali, I Made Daging, melaporkan bahwa Bali memiliki sekitar 2,3 juta bidang tanah dan baru 84% di antaranya yang bersertifikat. Sisanya—sekitar 16% lagi—akan menjadi prioritas percepatan legalisasi aset agar dapat dimanfaatkan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan.
Penyerahan Sertifikat dan Launching Integrasi Data NIB–NIK–NOP
Dalam acara tersebut, dilaksanakan launching Integrasi Data Pertanahan dan Perpajakan Daerah (NIB–NIK–NOP). Serta penyerahan berbagai jenis sertifikat kepada pemerintah daerah, desa adat, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan. Di antaranya:
1 sertifikat Hak Guna Pakai untuk Pemerintah Provinsi Bali
2 sertifikat Hak Pengelolaan untuk Pemerintah Kota Denpasar
Sertifikat Hak Pakai untuk Kabupaten Buleleng (1), Klungkung (2), Bangli (2), Gianyar (2), Jembrana (12), Tabanan (2), Badung (4), dan Karangasem (1)
Sertifikat untuk Desa Adat Mancingan (1)
Sertifikat Hak Milik Pratisentana Bendesa Manik Mas (1)
Sertifikat Hak Milik untuk Nahdlatul Ulama (2)
Tanah wakaf untuk Yayasan Pendidikan Ashila (1)
Sertifikat Hak Milik untuk Putu Wijana Oka (1) dan I Made Wiryawan (1)
Kegiatan ini menjadi langkah strategis mempercepat reforma agraria dan memperkuat kepastian hukum pertanahan di Bali.
Kerjasama Regional Bali-Nusra: Skema Pengembangan Ekonomi Bersama Tiga Provinsi



















