GIANYAR, InsertBali – Ketua DPRD Gianyar, I Ketut Sudarsana, turun langsung meninjau aktivitas pembangunan residence di Desa Kemenuh, Kecamatan Sukawati, Rabu (15/10). Peninjauan dilakukan menyusul adanya keluhan warga yang menilai proyek tersebut mengganggu akses petani menuju sawah serta jalur ke pura setempat.
Dalam kesempatan itu, Sudarsana melihat langsung kegiatan pembangunan di kawasan yang disebut-sebut akan difungsikan sebagai resor. Ia menegaskan, setiap kegiatan pembangunan wajib memperhatikan aspek tata ruang serta melengkapi perizinan sejak awal.
“Di sini ada pembangunan, katanya nanti produknya untuk resor. Tapi proses perizinannya masih diurus. Ini harus jadi contoh bagi desa-desa lain agar Kepala Desa, Camat, dan Kadis terkait bergerak cepat. Ketika ada orang atau investor mulai membangun, semua pihak harus turun melakukan pengecekan,” ujarnya.
Sudarsana juga menekankan pentingnya ketegasan dalam penegakan aturan tata ruang. Ia meminta pemerintah desa dan kecamatan memastikan keabsahan dokumen perizinan, khususnya Kajian Penataan dan Penggunaan Ruang (KPPR).
“Pertama yang perlu dicatat, apakah KPPR-nya sudah memenuhi syarat? Kalau memang berada di zona hijau, harus langsung dihentikan. Tidak boleh ada pembangunan di jalur hijau. Tapi kalau tidak di zona hijau, maka proses perizinannya harus tetap dikawal sesuai aturan,” tegasnya.
Ketua DPRD Gianyar Tegaskan Akses Publik Harus Dilindungi
Politisi senior PDI Perjuangan ini juga menyoroti pentingnya menjamin keberlangsungan akses publik. Ia menegaskan bahwa jalan menuju sawah, pura, maupun jalan umum tidak boleh dikorbankan demi kepentingan pembangunan.
“Akses publik harus diutamakan. Tidak boleh urusan sertifikat sampai mengabaikan kepentingan umum. Apalagi di belakang masih ada hamparan sawah yang cukup luas, itu harus dijaga,” katanya.
Lebih lanjut, Sudarsana mengingatkan bahwa Kabupaten Gianyar kini hanya memiliki sekitar 7.000 hingga 8.000 hektare lahan pertanian produktif yang tersisa. Karena itu, penyelamatan lahan pertanian harus menjadi prioritas bersama antara pemerintah, masyarakat, dan investor.
“Kalau sawah ini tidak terselamatkan, ketika lahan pertanian habis otomatis pariwisata juga akan habis. Jangan sampai kita mewariskan kehancuran kepada anak cucu kita,” ujarnya dengan nada serius.
Ia mengajak seluruh pihak untuk tidak terjebak dalam perdebatan yang tidak produktif, melainkan fokus mencari solusi agar pembangunan tetap sejalan dengan keberlanjutan lingkungan dan sektor pertanian.
“Kita jangan berpikir ke belakang, apalagi hanya berdebat. Ke depan, bagaimana kita mempertahankan tanah pertanian yang tersisa agar tetap aman dan berkelanjutan. Itu yang perlu dicontoh oleh desa-desa lain,” pungkas Sudarsana.



















