BANGLI, BALI – Dalam upaya memperkuat literasi hukum masyarakat adat dan menumbuhkan budaya sadar konstitusi, Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar Diskusi Konstitusi di Desa Bangbang, Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli, Bali, pada Jumat (3/10/2025). Kegiatan ini merupakan bagian dari program nasional Desa Konstitusi, yang menjadi wadah edukasi hukum hingga ke pelosok negeri.
Acara tersebut dihadiri langsung oleh Ketua MK Suhartoyo, Wakil Ketua MK Saldi Isra, Sekretaris Jenderal MK Heru Setiawan, serta Kepala Biro Humas dan Protokol MK Pan Mohamad Faiz Kusuma Wijaya. Turut hadir pula sejumlah pejabat daerah seperti Kepala Dinas PMD PPKB Bangli, Camat Tembuku, Danramil, dan para perbekel se-Kecamatan Tembuku.
Peran Desa Adat dalam Menjaga Hak Konstitusional
Dalam sambutannya, Ketua MK Suhartoyo menyampaikan bahwa edukasi konstitusi tidak boleh berhenti di lembaga pendidikan formal saja. Tetapi harus menjangkau masyarakat adat, termasuk di desa-desa.
“Masyarakat adat memiliki hak-hak konstitusional yang dijamin UUD 1945. Tugas MK adalah memastikan hak tersebut tidak hanya diketahui, tetapi juga bisa dijalankan,” ujar Suhartoyo.
Sementara itu, Wakil Ketua MK Saldi Isra menegaskan bahwa MK berkomitmen menjaga keberadaan dan hak tradisional masyarakat hukum adat. Ia menyebut pentingnya sinergi antara MK, desa adat, dan pemerintah daerah untuk menanamkan nilai-nilai konstitusi dalam kehidupan sehari-hari.
Desa Bangbang: Model Desa Konstitusi di Bali
Sebagai desa konstitusi pertama di Bali yang dikukuhkan pada 28 November 2018, Desa Bangbang terus menjadi model dalam penguatan nilai-nilai konstitusi dan Pancasila. MK memberikan dukungan berupa program video conference, temu wicara, dan penguatan kapasitas perangkat desa serta masyarakat adat.
Sekretaris Jenderal MK, Heru Setiawan, menambahkan bahwa Desa Bangbang diharapkan tidak sekadar menjadi objek perlindungan hukum, melainkan pelaku utama dalam menjalankan hak-haknya.
“Desa Konstitusi bukan hanya label, tetapi wadah nyata untuk memperkuat pemahaman masyarakat akan hukum dasar negara,” jelasnya.
Ia juga menyebut Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945 sebagai landasan konstitusional bagi perlindungan hak masyarakat adat. Selain itu, Heru menyinggung beberapa putusan penting MK, seperti:
Putusan MK No. 35/PUU-X/2012: Menyatakan bahwa hutan adat bukan bagian dari hutan negara.
Putusan MK No. 95/PUU-XII/2014: Menegaskan bahwa pemanfaatan hutan adat hanya untuk kebutuhan nonkomersial masyarakat adat.
Diskusi Konstitusi: Forum Aspirasi Masyarakat Adat
Kegiatan ini juga dirangkai dengan dialog terbuka bersama masyarakat. Berbagai persoalan yang dihadapi oleh masyarakat adat, termasuk sengketa lahan, akses hukum, hingga pengakuan adat, diangkat dalam diskusi untuk mendapatkan respons langsung dari pimpinan MK.
MK membuka ruang kolaborasi bersama pemerintah desa, BPD, dan lembaga adat untuk menjalankan kegiatan lanjutan. Termasuk publikasi kegiatan di media sosial dan situs resmi MK.
Desa Konstitusi: Komitmen MK Hadir di Akar Rumput
Program Desa Konstitusi Mahkamah Konstitusi telah dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia, yaitu:
Nagari Pasia Laweh – Kabupaten Agam, Sumatera Barat
Desa Galesong – Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan
Kampung Wasur – Kabupaten Merauke, Papua Selatan
Desa Mekar Sari – Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat
Desa Bangbang – Kabupaten Bangli, Bali
Program ini merupakan wujud komitmen MK mendukung program pemerintah dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat Indonesia, khususnya dalam menginternalisasi nilai-nilai konstitusi dan Pancasila.
Kemenparekraf Gelar Coaching Clinic OSS di Bali, Dorong Legalitas Usaha Pariwisata