Sosialisasikan PSBS, Ibu Putri Koster: Harus Jadi Gerakan Bersama – Jangan Sampai Ada Gunung Sampah Lainnya

TABANAN, 10 Oktober 2025 – Duta Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber (PSBS) Palemahan Kedas (PADAS) Provinsi Bali, Ibu Putri Koster, menegaskan bahwa penyelesaian masalah sampah di Bali tidak bisa lagi dilakukan dengan pendekatan lama. Seperti mengumpulkan dan membuang sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA) secara massal, atau yang dikenal sebagai sistem open dumping.

“Ini tidak akan menyelesaikan permasalahan sampah kita, malah akan menimbulkan permasalahan baru yang mengerikan,” tegasnya saat menggelar sosialisasi PSBS PADAS di Kecamatan Selemadeg dan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan, Jumat (10/10).

Sampah Harus Dikelola dari Sumbernya

Menurut Ibu Putri Koster, tumpukan sampah tanpa pengelolaan yang baik bisa mencemari air, tanah, dan udara, serta menyebabkan berbagai penyakit. Ia mencontohkan kasus “gunung sampah Suwung” yang menjadi simbol kegagalan pengelolaan sampah di masa lalu.

“Kita harus sadar, ini bukan hanya program Bapak Gubernur. Ini harus menjadi gerakan bersama untuk menjaga lingkungan hidup Bali. Kalau tidak, akan ada gunung-gunung sampah baru,” ungkapnya.

Ia menekankan pentingnya pengelolaan sampah dari sumber, dimulai dari rumah tangga dan desa adat. Masyarakat diharapkan memisahkan sampah organik dan anorganik sejak dari rumah. Serta memanfaatkan alat seperti tong komposter dan teba modern untuk pengolahan sampah organik.

Dukungan Akademisi: Pembakaran Sampah Bahaya Serius

Sosialisasi juga diisi oleh Prof. Luh Riniti Rahayu, yang mempraktikkan cara pengolahan sampah organik rumah tangga dengan alat sederhana. Sementara itu, Prof. Ni Luh Kartini menyampaikan bahaya membakar sampah, terutama yang mengandung plastik, karena bisa menghasilkan dioksin, zat beracun yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan.

“Pembakaran sampah masih sering dilakukan. Ini kebiasaan lama yang harus dihentikan karena sangat membahayakan,” ujarnya.

Respons Positif dari Masyarakat dan Pemerintah Kecamatan

Camat Selemadeg Timur, I Wayan Sudarya, mengungkapkan bahwa masyarakat di wilayahnya sudah mulai mengolah sampah organik secara mandiri. Teba dan teba modern di pekarangan rumah dimanfaatkan untuk mengelola limbah rumah tangga. Ia juga menyampaikan bahwa warga kini mulai beralih ke tumbler dan mengurangi ketergantungan pada air minum dalam kemasan.

Di Kecamatan Selemadeg, Camat I Wayan Budhiarsana melaporkan bahwa sudah ada tiga TPS3R yang beroperasi dan satu lagi dalam tahap pengembangan. Namun, pengolahan belum berjalan optimal karena masih menghadapi kendala teknis.

“Kami memiliki 102 teba modern, tapi implementasinya belum maksimal. Di desa, sulit membuat teba modern karena keterbatasan lahan. Maka perlu kita optimalkan pengelolaan sampah organik secara kolektif,” jelasnya.

Ia juga mengimbau seluruh desa adat di Selemadeg—sebanyak 36 desa—untuk aktif menyimak arahan tim PSBS PADAS agar dapat bekerja sama lebih baik dalam menangani masalah sampah.

KPH Bali Timur Klarifikasi Isu Pembangunan Vila di Kawasan Hutan Konservasi Kintamani

Shares: