DENPASAR – Pemerintah Provinsi Bali bersama Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman RI berkomitmen menghapus seluruh Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di Bali mulai tahun 2026. Kolaborasi strategis ini ditegaskan dalam kunjungan kerja Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman RI, Fahri Hamzah, ke Gedung Kertha Sabha, Jayasabha, Denpasar, Jumat (3/10), yang disambut langsung oleh Gubernur Bali, Wayan Koster.
Target Nol Rumah Tak Layak Huni di Bali pada 2029
Dalam pertemuan tersebut, Gubernur Koster mengungkapkan bahwa saat ini terdapat 33.086 unit rumah tidak layak huni di Bali. Dengan jumlah terbanyak berada di Kabupaten Karangasem. Pemerintah menargetkan seluruh RTLH tersebut akan terselesaikan pada tahun 2029, melalui sinergi antara APBN, APBD Provinsi, dan APBD Kabupaten/Kota.
“Mulai 2026, alokasi perumahan akan ditingkatkan, terutama untuk mempercepat penanganan RTLH di Karangasem, Gianyar, Jembrana, dan Bangli,” kata Koster.
Ia menambahkan, APBN akan mendanai lebih dari 12 ribu unit rumah. Sedangkan Pemerintah Provinsi Bali menyalurkan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) kepada kabupaten/kota dengan kapasitas fiskal rendah. Kolaborasi ini juga akan melibatkan program CSR swasta dan gotong royong ASN.
Fokus Rehabilitasi Pascabencana dan Penataan Kawasan Kumuh
Kunjungan ini juga membahas penanganan banjir besar yang terjadi akibat badai Equatorial Rossby dan curah hujan tertinggi dalam 70 tahun terakhir. Gubernur Koster melaporkan bahwa seluruh rumah rusak telah tertangani, sementara perbaikan jalan dan jembatan masih berlangsung. Empat sungai besar akan diaudit untuk reboisasi dan penataan ulang kawasan aliran sungai sebagai langkah mitigasi jangka panjang.
Dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman, Wamen Fahri Hamzah menegaskan bahwa pemerintah pusat akan memulai renovasi dan pembangunan rumah layak huni di Bali mulai 2026. Penataan juga mencakup 12 km² kawasan kumuh di sekitar sungai dan pesisir.
“Kawasan pesisir Bali harus jadi wajah Indonesia, layaknya Maldives—kampung nelayan modern yang bersih, ramah wisata, dan tetap menjaga budaya lokal,” ujar Fahri.
Hunian Vertikal Ramah Budaya dan Lingkungan
Menanggapi keterbatasan lahan, Fahri juga mendorong pembangunan perumahan vertikal bersubsidi dua hingga tiga lantai di kawasan perkotaan. Hal ini bertujuan agar tidak lagi terjadi alih fungsi lahan produktif secara masif.
“Bali punya kearifan lokal terkait batas ketinggian bangunan, itu harus kita hormati. Tapi kita bisa adaptasikan model rumah bersusun yang tetap sesuai dengan nilai budaya dan struktur masyarakat Bali,” jelasnya.
Transformasi Ekonomi dan Visi Bali 100 Tahun
Dalam presentasinya, Gubernur Koster menyoroti pentingnya transformasi ekonomi Bali. Agar tidak terlalu bergantung pada sektor pariwisata yang menyumbang 66% perekonomian daerah namun sangat rentan terhadap krisis dan bencana.
Ia juga menekankan sejumlah tantangan seperti kesenjangan fiskal antarwilayah, alih fungsi lahan sebesar 700 hektar per tahun, kemacetan, dan masalah sampah. Dalam Haluan Pembangunan Bali 100 Tahun, Bali akan fokus pada:
Pengendalian alih fungsi lahan
Pengendalian jumlah wisatawan asing
Konsolidasi lahan di kawasan padat
Penutup: Menuju Bali Tanpa Rumah Tak Layak Huni
Dengan program-program ini, pemerintah pusat dan daerah menargetkan bahwa mulai 2026, pembangunan rumah layak huni di Bali akan berlangsung secara masif dan terencana. Kolaborasi ini merupakan bagian dari upaya menuju Indonesia Emas 2045, sekaligus menjadikan Bali sebagai etalase pembangunan nasional yang ramah budaya dan berstandar internasional.
“Bali harus menjadi wajah terbaik Indonesia. Kami optimistis, dengan tambahan alokasi perumahan pada 2026, target RTLH nol pada 2029 dapat terwujud,” tutup Gubernur Koster.
Rumah Tidak Layak Huni di Bali
Program RTLH 2026
Perumahan subsidi Bali
Fahri Hamzah dan Wayan Koster
Penataan kawasan kumuh Bali
Banjir Bali 2025
Transformasi ekonomi Bali
Hunian vertikal ramah budaya
Program perumahan nasional 2026