Ketulusan dan Kebersamaan Warnai Karya Pedudusan Alit di Pura Demung

Karya Pedudusan Alit di Pura Demung, Desa Adat Tegaltamu, Gianyar, berlangsung khidmat dan penuh kebersamaan.

GIANYAR, InsertBali – Suasana khidmat dan penuh makna menyelimuti pelaksanaan Karya Pedudusan Alit Mlaspas, Mecaru Balik Sumpah, Rsigana, Nubung Pedagingan, lan Ngenteg Linggih di Pura Demung, Banjar Pengembungan, Desa Adat Tegaltamu, Desa Batubulan, Kecamatan Sukawati, Gianyar, Saniscara Kliwon Wariga, Sabtu (25/10/2025).

Wakil Ketua DPRD Gianyar Tjokorda Gede Asmara Putra Sukawati yang hadir dalam prosesi tersebut menyampaikan bahwa karya ini memiliki makna mendalam karena pura merupakan simbol “kepala” dari jagat.

“Kalau kepala sudah bersih, tentu seluruh tubuh juga akan menjadi baik. Begitu pula bila perahyangan tertata becik, maka pawongan dan pelemahan akan menjadi harmonis,” ujarnya.

Menurutnya, yadnya yang dilaksanakan dengan ketulusan hati tidak akan pernah sia-sia.

“Orang Bali percaya, tidak ada yadnya yang sia-sia. The more you give, the more you get. Apa yang kita aturkan dengan hati tulus kepada Beliau pasti akan kembali, bahkan lebih besar manfaatnya bagi masyarakat,” ungkapnya.

Ia juga menilai semangat gotong royong dan keikhlasan krama Pengembungan–Batubulan dalam melaksanakan karya ini menjadi contoh nyata pelaksanaan ajaran dharma.

“Saya melihat yadnya ini tertib pisan, becik pisan. Kalau sudah tertib dan becik, hasilnya tentu akan baik bagi masyarakat. Dumogi labda karya,” tambahnya.

Turut hadir Ketua DPRD Gianyar I Ketut Sudarsana dan sejumlah undangan. Sebelumnya, Wakil Bupati Gianyar Anak Agung Gde Mayun yang mewakili Bupati Gianyar I Made Mahayastra juga hadir saat upacara Mecaru Balik Sumpah, Rsigana, dan Mendem Pedagingan, Selasa (21/10).

Karya Pedudusan Alit secara Swadaya dan Gotong Royong Warga

Bendesa Adat Tegaltamu I Dewa Agung Bagus Eka Pemayun mengapresiasi tinggi semangat swadaya warga Banjar Pengembungan dalam menyiapkan karya suci ini. Seluruh proses dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan rasa sukacita.

“Persiapan karya ini sudah dilakukan sejak enam bulan lalu, sedangkan pembuatan upakara berlangsung selama satu bulan,” ujarnya.

Ia menuturkan, terdapat sekitar 178 kepala keluarga yang bahu-membahu menyiapkan seluruh rangkaian upakara dan upacara hingga bisa terlaksana dengan lancar.

“Apa yang dilakukan warga ini merupakan bentuk pengorbanan suci. Semua dilakukan dengan ketulusan dan kesadaran,” tegasnya.

Dewa Agung Bagus Eka Pemayun juga berpesan agar semangat gotong royong dan nilai-nilai luhur warisan leluhur tetap dijaga.

“Yadnya tidak harus besar, yang penting dilakukan dengan niat tulus dan sesuai kemampuan. Itulah yadnya yang sejati,” ucapnya, didampingi Kelihan Dinas Banjar Pengembungan I Gusti Ngurah Agung Asmara, Manggala Prawartaka I Gusti Ngurah Jaya, serta Petajuh Desa Adat Tegaltamu I Wayan Wirata.

Wujud Tri Hita Karana dalam Kehidupan

Sementara itu, Kelian Banjar Adat Pengembungan I Ketut Sukadana menegaskan bahwa karya ini merupakan wujud nyata penerapan filosofi Tri Hita Karana, yaitu harmoni antara manusia dengan Tuhan, sesama, dan alam.

“Masyarakat Pengembungan berupaya bersinergi dengan tulus menjaga keseimbangan itu,” ujarnya.

Ia menambahkan, semangat kebersamaan warga sangat terasa selama pelaksanaan karya.

“Krama betul-betul dari hati membangun keinginan untuk melaksanakan upacara besar ini. Kami sebagai prajuru adat sangat bersyukur atas apa yang terwujud hari ini. Mudah-mudahan ke depan kita semakin kompak dan ajeg menjaga warisan leluhur,” pungkasnya.

Rangkaian dudonan karya telah dimulai sejak Rabu (15/10), dan akan berakhir pada upacara penyineban Selasa (28/10).

Shares: