GIANYAR, InsertBali – Direktorat Jenderal (Ditjen) Pemasyarakatan, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kementerian Imipas), menghadirkan terobosan inovatif dalam pembinaan warga binaan melalui kolaborasi strategis dengan Indonesia Fashion Chamber (IFC) pada ajang Bali Fashion Trend (BFT) 2025 yang berlangsung pada 18–21 Desember 2025 di Onyx Park Resort, Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali.
Kolaborasi yang mengusung tema “Beyond Beauty” ini menandai pergeseran paradigma pembinaan pemasyarakatan dari pendekatan konvensional menuju integrasi dengan industri kreatif profesional, khususnya pengembangan produk fesyen yang menggabungkan aspek sosial, psikologis, serta reintegrasi sosial warga binaan.
Bali Fashion Trend 2025 hadirkan Kolaborasi dengan Desainer Profesional IFC
Dalam perhelatan ini, Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Imipas berkolaborasi dengan desainer IFC, yakni Sofie, Lisa Fitria, dan Irmasari Joedawinata. Kolaborasi tersebut mengintegrasikan hasil kerajinan warga binaan—seperti batik, anyaman, bordir, dan produk kulit—ke dalam desain fesyen kontemporer, sehingga menghasilkan nilai tambah estetika sekaligus nilai komersial yang signifikan.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Imipas, Mashudi, menyampaikan bahwa kolaborasi ini merupakan wujud komitmen sistem pemasyarakatan Indonesia dalam menghadirkan pembinaan yang humanis dan berorientasi masa depan.
“Program Beyond Beauty memposisikan warga binaan sebagai co-creator dalam industri fesyen profesional. Kami tidak hanya mengajarkan keterampilan, tetapi juga membangun kepercayaan diri, identitas positif, serta harapan akan masa depan yang lebih baik,” ujar Mashudi.
Model Pembinaan Berbasis Pengembangan Produk Fesyen
Program pembinaan yang mendukung kolaborasi ini dirancang berbasis pengembangan produk fesyen melalui tiga pilar utama.
Pertama adalah quality control dengan pendekatan edukatif, di mana warga binaan dibekali pemahaman standar kualitas industri fesyen profesional, mulai dari pemilihan bahan, teknik pengerjaan, hingga proses finishing yang sesuai dengan ekspektasi pasar.
Kedua adalah capsule collection dengan narasi transformasi, di mana setiap produk tidak hanya memiliki nilai estetika, tetapi juga membawa cerita perubahan yang membangun emotional connection dengan konsumen sekaligus mengubah persepsi terhadap produk warga binaan.
Lalu yang ketiga adalah storytelling sebagai strategi branding, yang menggeser citra “produk narapidana” menjadi “transformative fashion”—produk yang memiliki makna sosial dan nilai ekonomi tinggi.
Bali Fashion Trend 2025 jadi Platform Pameran Internasional
Bali Fashion Trend 2025 menjadi platform strategis untuk memperkenalkan hasil kolaborasi ini kepada pasar nasional dan global. Advisory IFC, Ali Charisma, menyambut baik sinergi ini sebagai bentuk kontribusi nyata industri fesyen terhadap transformasi sosial.
Senada dengan hal tersebut, Ketua IFC Lenny Agustin menegaskan bahwa fesyen memiliki peran lebih dari sekadar estetika.
“Fesyen bukan hanya tentang keindahan, tetapi juga tentang makna dan dampak sosial. Kolaborasi dengan Ditjen Pemasyarakatan membuktikan bahwa industri kreatif dapat menjadi medium transformasi yang kuat bagi warga binaan,” ujarnya.
Dampak Multidimensi
Program kolaborasi ini diharapkan memberikan dampak multidimensi, baik secara sosial, psikologis, maupun sistemik. Dari sisi sosial dan psikologis, program ini diharapkan mampu memulihkan kepercayaan diri warga binaan melalui pengakuan karya mereka di panggung internasional, membangun identitas positif sebagai perajin, serta menghapus stigma terhadap produk hasil pembinaan pemasyarakatan.
Dari sisi keberlanjutan sistem, kolaborasi ini diharapkan menjadi model rujukan integrasi pemasyarakatan dengan industri kreatif, sejalan dengan visi pemasyarakatan yang humanis dan berorientasi pada reintegrasi sosial, serta implementasi nilai-nilai KUHP Baru Tahun 2025 yang menekankan rehabilitasi dan reintegrasi sosial.
Komitmen Keberlanjutan
Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Imipas menegaskan komitmennya untuk mengembangkan program ini secara berkelanjutan melalui perluasan kolaborasi dengan lebih banyak desainer dan merek fesyen nasional, pengembangan platform distribusi produk warga binaan ke pasar domestik dan internasional, peningkatan kapasitas pembinaan di lebih banyak unit pelaksana teknis pemasyarakatan, serta pemantauan dampak program terhadap penurunan residivisme dan keberhasilan reintegrasi sosial.
Kolaborasi Produk Warga Binaan
Dalam pergelaran ini ditampilkan beragam karya warga binaan dari berbagai lapas dan rutan di Indonesia.
Desainer Sofie menampilkan batik tulis dan batik cap dari Lapas Perempuan Jambi, Lapas Perempuan Bengkulu, Lapas Perempuan Manado, LPP Malang, Lapas Kelas I Semarang, LP Tembilahan, Lapas Perempuan Pontianak, Lapas I Malang, Rutan Sumenep, Lapas Kelas I Madiun, Lapas Bojonegoro, Sasirangan dari Lapas Karang Intan, serta Batik Tulis LP Kraksaan.
Desainer Irmasari Joedawinata menghadirkan batik tulis dari Lapas Narkotika Sawahlunto, Lapas I Semarang, Lapas Perempuan Jambi, Lapas Kelas II A Subang, serta batik cap dari Rutan Sumenep dan LP Pekalongan.
Sementara itu, Lisa Fitria berkolaborasi dengan Lapas Perempuan Palangkaraya, Lapas Nunukan, Lapas Tarakan, Lapas Permisan, Lapas Perempuan Bandung, serta Rutan Trenggalek melalui karya batik tulis, batik cap, dan kain sibori.
Kolaborasi ini menjadi bukti nyata bahwa pembinaan pemasyarakatan berbasis kreativitas mampu menghadirkan harapan, nilai ekonomi, serta jalan menuju reintegrasi sosial yang bermartabat.



















