Buleleng, Bali — Gubernur Bali Wayan Koster secara resmi membuka Festival Bahari “Jaladhi Vistara” 2025 di Desa Bondalem, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, Sabtu (25/10/2025).Pembukaan festival ditandai dengan pemukulan gong oleh Gubernur. Disaksikan ratusan pegiat lingkungan, akademisi, dan masyarakat pesisir yang antusias menyambut momentum kebangkitan ekonomi dan ekologi bahari Bali.
Festival bertema pelestarian laut, literasi maritim, dan pemberdayaan ekonomi berbasis sumber daya lokal ini juga bertepatan dengan hari suci Tumpek Wariga. Sebagai simbol penghormatan kepada tumbuh-tumbuhan dan seluruh sumber kehidupan.
Koster: Laut dan Darat Adalah Satu Kesatuan Ekosistem
Dalam sambutannya, Gubernur Wayan Koster menegaskan bahwa laut bukan sekadar panorama keindahan alam, melainkan sumber kehidupan dan masa depan ekonomi rakyat Bali.
“Laut dan darat adalah satu kesatuan ekosistem. Tumbuh-tumbuhan memberi oksigen dan pangan, laut memberi kesejahteraan dan kehidupan bagi manusia,” ujarnya.
Ia menyoroti bahwa wilayah Buleleng memiliki garis pantai terpanjang di Bali, yakni sekitar 160 kilometer. Dengan potensi laut yang sangat kaya — mulai dari perikanan, garam tradisional, terumbu karang, hingga wisata bahari. Namun, Koster menilai potensi itu belum sepenuhnya dimanfaatkan secara optimal.
“Kita harus menjadikan laut sebagai sumber kesejahteraan rakyat, bukan sekadar tempat wisata,” tegasnya.
Revitalisasi Ekonomi Laut Lewat Garam Tradisional Bali
Dalam kesempatan tersebut, Gubernur Koster menegaskan komitmennya memperkuat ekonomi berbasis kelautan dengan memberdayakan garam tradisional Bali.
Selama bertahun-tahun, garam rakyat dari Les, Tejakula, hingga Amed sempat terpinggirkan karena aturan yodium nasional. Namun berkat koordinasi intensif antara Pemerintah Provinsi Bali, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Badan POM, kini garam tradisional Bali telah dinyatakan aman dan layak edar.
“Garam tradisional kita kini tidak hanya dijual di pasar modern dan hotel-hotel, tetapi juga sudah diekspor ke Jepang. Ini bukti bahwa produk rakyat Bali diakui dunia,” jelas Koster.
Untuk memperkuat pemasaran, Pemprov Bali telah menerbitkan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 17 Tahun 2021, yang mewajibkan hotel, restoran, dan pasar ritel di Bali mengutamakan garam lokal sebagai produk konsumsi utama.
Kebijakan ini menjadi bagian dari transformasi ekonomi Bali menuju ekonomi berbasis kelautan. Pertanian, dan kearifan lokal, selaras dengan visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali”.
5.600 Bibit Terumbu Karang Ditenggelamkan di Laut Bondalem
Sebagai wujud nyata komitmen pelestarian laut, sebanyak 5.600 bibit terumbu karang telah ditenggelamkan di perairan Bondalem. Langkah ini dilakukan bersama komunitas penyelam dan aktivis lingkungan. Sebagai upaya memperkuat konservasi laut dan ekonomi biru berkelanjutan.
“Langkah kecil seperti ini mungkin terlihat sederhana, tapi dampaknya luar biasa bagi keberlanjutan alam dan ekonomi rakyat,” kata Koster.
Pemerintah Provinsi Bali juga menyiapkan skema jaminan kerja bagi penyelam konservasi, agar kegiatan pelestarian laut dapat berjalan aman, berkelanjutan, dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal.
Bondalem: Jejak Maritim Tua yang Bangkit Kembali
Penggiat lingkungan sekaligus penggagas Festival Jaladhi Vistara, Ngurah Paramartha, menjelaskan bahwa gerakan konservasi laut di Bondalem telah dimulai sejak tahun 2007. Dengan program penanaman ribuan substrat buatan untuk rehabilitasi terumbu karang.
Upaya panjang ini berbuah penghargaan internasional dari Reef Check International pada tahun 2014.
Paramartha juga mengungkapkan sisi sejarah Bondalem sebagai pusat peradaban maritim kuno. Di Pantai Pojok Batu, ditemukan ratusan fragmen keramik abad ke-4 Masehi dari masa peradaban Dongson (Vietnam), menandakan bahwa Bali Utara telah menjadi pusat perdagangan laut ribuan tahun lalu.
“Festival ini tidak hanya bicara konservasi, tapi juga meneguhkan kembali identitas maritim Bali,” tegas Paramartha.
Tiga Pilar Jaladhi Vistara: Budaya, Ekologi, dan Sejarah
Festival Jaladhi Vistara 2025 merupakan puncak dari Gerakan Literasi Maritim Bondalem, yang berfokus pada tiga pilar utama:
Literasi Budaya, menghadirkan seniman dari ISI Denpasar untuk menafsirkan laut melalui karya seni.
Literasi Ekologi, bekerja sama dengan ahli konservasi nasional dalam menjaga keberlanjutan laut Bali.
Literasi Sejarah, menggali kembali jejak peradaban pesisir dari Tianyar hingga Sangsit.
“Kami ingin Bondalem dikenal dunia sebagai destinasi bahari berbasis konservasi — tempat laut, budaya, dan sejarah bersatu dalam satu napas kehidupan,” ujar Paramartha.
Sebagai bentuk apresiasi, panitia menyerahkan plakat penghargaan kepada mitra pendukung. Seperti PT Pelindo, Bank BPD Bali, PT Pramana Artha Raharja, PT Arsa Buana Manunggal, dan beberapa perusahaan lainnya. Atas kontribusi mereka terhadap pengembangan kawasan bahari Bali.
Menjaga Laut Adalah Menjaga Kehidupan
Menutup acara, Gubernur Wayan Koster menegaskan bahwa laut adalah cerminan kehidupan yang harus dijaga dengan kesadaran spiritual dan tanggung jawab ekologis.
“Menjaga laut berarti menjaga kehidupan. Dari laut kita belajar tentang keseimbangan, dari tumbuhan kita belajar tentang kesabaran. Bali akan tetap kuat jika alamnya lestari,” pesannya.
Dengan semangat Sad Kerthi, Desa Bondalem kini menjadi simbol harmoni antara pelestarian lingkungan. Sejarah maritim, dan ekonomi rakyat, menegaskan langkah Bali menuju kedaulatan laut dan keseimbangan alam semesta.



















