Pemerintah Targetkan Peningkatan Tutupan Hutan Menjadi 30 Persen
DENPASAR – Hutan memiliki peran vital sebagai benteng utama dalam mitigasi perubahan iklim. Hal ini menjadi fokus utama dalam Program Dialog Kentongan yang digelar RRI Denpasar pada Jumat (10/10), dengan menghadirkan dua narasumber kompeten: Made Maha Widyartha (Kepala KPH Bali Timur) dan Abdul Muthalib (Praktisi Kehutanan).
Dalam diskusi tersebut, para pembicara sepakat bahwa pelestarian hutan merupakan solusi alam yang tak tergantikan dalam menghadapi krisis iklim global yang kian nyata.
Hutan Menyerap Air dan Karbon, Cegah Banjir dan Pemanasan Global
Made Maha Widyartha menjelaskan bahwa perubahan iklim telah meningkatkan intensitas curah hujan yang berdampak pada banjir di beberapa wilayah. Namun, hutan memiliki kemampuan alami untuk menyerap air dan mengurangi dampaknya.
“Hutan merupakan elemen penting dalam siklus air. Di wilayah KPH Bali Timur, kami mengelola sekitar 20.900 hektare hutan dengan kondisi bervariasi. Dari total 131.171 hektare hutan di seluruh Bali, kami terus berupaya melakukan penghijauan. Sejak 2019, sekitar 3.000 hingga 4.000 hektare telah kami tanami kembali,” ujar Made.
Ia menekankan bahwa tutupan hutan saat ini di Bali mencapai 23,45 persen dari total wilayah, dan sesuai arahan Gubernur, ditargetkan meningkat menjadi 30 persen. Untuk itu, partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan.
“Kalau setiap warga Bali menanam satu pohon, kita bisa menambah empat juta pohon baru. Itu langkah konkret untuk konservasi hutan dan mitigasi perubahan iklim,” tambahnya.
Menanam Pohon: Aksi Nyata dalam Mitigasi Perubahan Iklim
Penanaman pohon bukan hanya kegiatan simbolik. Setiap pohon yang tumbuh berkontribusi besar terhadap penyerapan karbon dan pengurangan efek rumah kaca. Dalam proses fotosintesis, pohon menyerap karbon dioksida (CO₂), gas utama penyebab pemanasan global.
Abdul Muthalib menambahkan bahwa hutan bukan hanya sebagai penyerap karbon, tapi juga sistem alami yang mendukung adaptasi terhadap perubahan iklim.
“Hutan yang sehat mampu menyerap jutaan ton karbon dari atmosfer. Lebih dari itu, hutan menjaga keseimbangan tata air, mencegah banjir saat musim hujan, dan memastikan ketersediaan air saat musim kemarau,” ungkapnya.
Bahaya Deforestasi dan Alih Fungsi Lahan
Namun, tantangan besar masih menghadang. Deforestasi, illegal logging, dan alih fungsi lahan ilegal menjadi ancaman nyata bagi kelestarian hutan.
“Kawasan hutan di Bali sangat rentan. Harus ada ketegasan dalam melindungi hutan dari eksploitasi. Menanam pohon harus jadi budaya, bukan sekadar seremonial,” tegas Abdul.
Ia juga menyoroti pentingnya mendukung kebijakan pemerintah dalam penggunaan energi terbarukan dan kendaraan listrik, yang sejalan dengan upaya mengurangi emisi karbon.
Kolaborasi Jadi Kunci Konservasi Hutan
Hutan adalah aset ekologis jangka panjang. Menjaganya membutuhkan kolaborasi lintas sektor—antara pemerintah, masyarakat, akademisi, hingga konten kreator yang dapat membantu menyebarkan pesan pentingnya menjaga hutan.
“Kami apresiasi kampanye penanaman pohon yang dilakukan publik, termasuk oleh para konten kreator. Ini langkah positif menuju kesadaran kolektif menjaga hutan sebagai benteng terakhir dari dampak perubahan iklim,” tutup Made.
Hutan Bukan Sekadar Pohon, Tapi Penjaga Masa Depan
Dialog ini menyimpulkan bahwa menjaga hutan adalah investasi masa depan. Hutan bukan sekadar kumpulan pohon, tetapi benteng alami utama dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim global. Upaya pelestarian hutan harus dilakukan terus-menerus dengan dukungan dari seluruh elemen masyarakat.
BKOW Bali Dorong Sinergi Organisasi Perempuan Dukung Pembangunan Daerah



















