JEMBRANA – Pemerintah Provinsi Bali terus menggencarkan upaya pencegahan penyakit rabies. Menyusul status zona merah rabies yang masih melekat di Pulau Dewata, khususnya di wilayah Kabupaten Jembrana. Data mencatat, kasus gigitan hewan penular rabies (HPR) di Jembrana termasuk yang tertinggi di Bali. Menjadikan daerah ini sebagai fokus utama penanganan.
Dalam rangka memperingati World Rabies Day, Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Dewa Made Indra, menekankan pentingnya kesadaran masyarakat. Untuk segera mendapatkan penanganan medis setelah tergigit hewan penular rabies seperti anjing, kucing, maupun monyet.
“Intinya, segera datang ke fasilitas kesehatan terdekat. Kalau kesadaran ini terbentuk, tidak ada lagi kematian karena rabies,” kata Dewa Indra saat acara peringatan World Rabies Day di Desa Pengeragoan, Pekutatan, Jembrana, Minggu (28/9/2025).
Pentingnya Deteksi Dini dan Penanganan Medis
Menurut Dewa Indra, kecepatan virus rabies menyebar dalam tubuh sangat tergantung pada letak gigitan. Gigitan di area tubuh seperti paha, tangan, pinggang, dan terutama wajah, akan mempercepat penyebaran virus ke otak dan meningkatkan risiko kematian.
“Hanya tenaga medis yang bisa menentukan apakah seseorang terinfeksi rabies atau tidak. Jangan menunggu gejala muncul. Bertindak cepat adalah kunci,” tegasnya.
Jembrana Zona Merah: 49 dari 51 Desa Terdampak
Data terbaru menunjukkan bahwa dari 51 desa/kelurahan di Kabupaten Jembrana, sebanyak 49 wilayah masih berada di zona merah rabies. Sepanjang Januari hingga September 2025, rata-rata terdapat 550 kasus gigitan anjing per bulan, dan 96 kasus positif rabies telah terkonfirmasi.
Sayangnya, cakupan vaksinasi hewan penular rabies (HPR) di Jembrana masih tergolong rendah dibandingkan kabupaten lain di Bali. Hal inilah yang mendorong Pemprov Bali untuk mengambil langkah strategis dan cepat.
Vaksinasi Massal Hewan Penular Rabies Digenjot
Pemprov Bali bersama Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), dan berbagai stakeholder terkait, kini mempercepat pelaksanaan vaksinasi rabies pada hewan penular, terutama di zona-zona merah Jembrana.
“Pemkab Jembrana harus segera menyusun jadwal vaksinasi yang lebih agresif. Kami di provinsi siap mendukung penuh dengan tenaga dan distribusi vaksin,” tegas Dewa Indra.
Ia optimistis, dengan pelaksanaan vaksinasi massal yang konsisten dan terstruktur, Jembrana bisa keluar dari zona merah, dan Bali bisa kembali menjadi wilayah bebas rabies.
“Begitu Jembrana bebas rabies, kita bisa ajukan ke Kementerian Pertanian agar Bali tidak lagi ditetapkan sebagai daerah zona merah,” ujarnya.
Rabies Masih Jadi Ancaman Nyata di Bali Tahun 2025
Sementara itu, Plt. Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Jembrana, I Gusti Putu Mertadana, menegaskan bahwa rabies adalah ancaman serius yang harus ditangani dengan pendekatan kolaboratif.
“Penanganan rabies tidak bisa dilakukan sendiri. Perlu kolaborasi pemerintah, swasta, dan organisasi masyarakat. Dengan vaksinasi hewan secara masif, kita yakin kasus rabies bisa ditekan signifikan,” pungkasnya.
Rabies di Bali, khususnya di Kabupaten Jembrana, masih menjadi perhatian serius di tahun 2025. Pemerintah Provinsi Bali menggencarkan vaksinasi hewan penular rabies (HPR) sebagai langkah utama pencegahan, seiring dengan edukasi masyarakat tentang pentingnya penanganan medis dini pasca gigitan. Melalui upaya ini, diharapkan Bali bisa kembali menjadi wilayah bebas rabies, demi menjaga kesehatan masyarakat dan keamanan wisatawan.