Polemik Majelis Desa Adat Bali, FKBHB Desak Revisi AD/ART dan Kembalikan Prabawa MDA Sesuai Hukum Adat

DENPASAR – Polemik seputar tugas pokok dan fungsi Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali memantik gelombang aspirasi dari kalangan pemuda dan mahasiswa Hindu di Bali. Pada Senin (4/8), sejumlah organisasi tergabung dalam Forum Komunikasi Bhinneka Hindu Bali (FKBHB) mendatangi Gedung DPRD Provinsi Bali guna menyampaikan 10 poin petisi terkait keberadaan dan kewenangan MDA.

Aliansi ini terdiri dari:

  • DPP Persadha Nusantara Provinsi Bali

  • DPD Prajaniti Hindu Indonesia Provinsi Bali

  • Pimpinan Daerah KMHDI Provinsi Bali

  • Aliansi Pemuda Hindu Bali (APHB)

Mereka didampingi oleh Patajuh Bendesa Agung MDA Provinsi Bali bidang hukum, Dr. Dewa Nyoman Rai Asmara Putra. Serta Kadis Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali, I Gusti Agung Ketut Kartika Jaya Seputra.

FKBHB: MDA Harus Kembali Jadi Pasikian, Bukan Lembaga Hierarkis

Dalam petisinya, FKBHB menyoroti sejumlah pasal dalam AD/ART MDA, terutama Pasal 49 ayat (2) dan (3) yang dinilai memberikan kewenangan berlebih kepada MDA atas Desa Adat. Aliansi menilai pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang mengakui dan menghormati kedaulatan komunitas hukum adat.

Koordinator FKBHB, Wayan Sayoga, menegaskan bahwa MDA semestinya berfungsi sebagai Pasikian atau forum musyawarah antar-Bendesa Adat, bukan sebagai lembaga eksekutif yang mengatur atau mengendalikan Prajuru, Pecalang, atau instrumen adat lainnya.

“Kami menolak MDA melantik atau mengeluarkan SK untuk Prajuru Desa Adat. Itu adalah hak musyawarah internal krama adat,” tegas Sayoga.

Desakan RDP dan Revisi Perda Desa Adat

FKBHB juga mendesak DPRD Provinsi Bali segera menjalankan fungsi pengawasan dengan memanggil MDA dan Dinas Pemajuan Masyarakat Adat melalui rapat dengar pendapat (RDP). Tujuannya adalah untuk mengharmonisasi Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat dengan UU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali, serta meninjau ulang AD/ART MDA yang dinilai multitafsir dan rawan disalahgunakan.

Prabawa MDA Harus Dikembalikan

Forum menyampaikan bahwa “Prabawa” atau marwah MDA harus dikembalikan pada esensi awal sebagai forum komunikasi, bukan lembaga kekuasaan. Jabatan di MDA seharusnya diisi oleh mereka yang memiliki pengalaman langsung sebagai Prajuru Desa Adat, bukan tokoh perseorangan yang tidak punya rekam jejak adat.

Negara Harus Hadir, Tolak Feodalisme Baru

FKBHB juga meminta negara hadir untuk mengawal tertib administrasi dan pengawasan lembaga adat. Khususnya melalui Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali. Mereka menolak praktik feodalisme modern yang dapat muncul akibat tafsir sepihak oleh oknum dalam tubuh MDA.

“Kami menolak lembaga adat digunakan untuk kepentingan elit tertentu. Desa Adat adalah komunitas hukum adat yang berdaulat, bukan subordinat lembaga mana pun,” tegas petisi tersebut.

DPRD Bali Siap Tindaklanjuti Aspirasi FKBHB

Aspirasi FKBHB diterima langsung oleh:

  • Wakil Ketua DPRD Provinsi Bali, I Komang Nova Sewi Putra

  • Ketua Komisi IV, I Nyoman Suwirta

  • Ketua Komisi I, I Nyoman Budi Utama

Dalam pertemuan bernuansa kekeluargaan itu, kedua komisi sepakat akan segera memanggil Ketua MDA Provinsi Bali untuk RDP,. Sekaligus membahas potensi revisi pasal-pasal krusial di AD/ART MDA. FKBHB berharap langkah ini dapat mengembalikan keteduhan tata titi kehidupan masyarakat hukum adat di Bali, dengan menjunjung Desa Mawacara, Negara Mawa Tata serta nilai-nilai Desa, Kala, Patra.

Bali dan Maluku Utara Teken Kerja Sama Strategis, Gubernur Sherly: Mari Belajar dari yang Terbaik

Shares: