Klungkung – Pura Pesiraman di Banjar Petapan, Desa Aan, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung, Selain memiliki kisah sejarah, juga diyakini sebagai tempat sakral untuk memohon kesembuhan penyakit kulit hingga gangguan ilmu hitam.
Pancoran suci di tempat ini kini dikembangkan sebagai destinasi wisata spiritual yang ramai dikunjungi, terutama saat hari-hari suci.
Terdapat sejumlah pancoran pengelukatan di Pura Pesiraman Desa Aan. Di antaranya pancoran sisi utara yang dikenal Penglukatan Toyo Nakan Kerek yang diyakini untuk menyembuhkan penyakit kulit, dan Pengelukatan Toyo Nakan Cetik untuk penyembuhan bagi yang kena penyakit karena ilmu hitam (black magic).
Kemudian dilanjutkan melukat di Pesiraman Pancaka Tirta, terdapat 5 pancoran dengan air yang sangat jernih. Masing-masing air suci memiliki makna sebagai simbol dari aksara suci. Sang, sebagai tirta sanjiwani untuk pengelukatan. Bang, sebagai tirta kamandalu untuk pengeleburan. Tang, sebagai tirta kundalini untuk pemunah. Ang, sebagai tirta mahatirta untuk kesidian. Ing, sebagai tirta pawitra untuk ngelebur sahananing mala. Dan terakhir sembahyang di Pura Pesiraman.
Selain itu juga terdapat tiga pancoran air suci yang keluar dari patung naga (Naga Basuki, Ananta Boga, dan Taksaka). Air suci ini khusus-khusus untuk penyucian pralingga / benda-benda suci dan juga untuk tirta upakara.
Sejarah singkat Pura Pesiraman Desa Aan
Menurut Perbekel Desa Aan, I Wayan Wira Adnyana, masyarakat maupun pengunjung ramai melakukan ritual pengelukatan di Pura Pesiraman, terutama saat rahina purnama, tilem dan hari suci lainnya. Cukup membawa pejati atau canang secukupnya nanti ada pemangku yang memandu. “Biasanya matur piuning ring pelinggih sane wenten,” kata Adnyana, Selasa (13/5).
Adnyana menceritakan Pura Pesiraman dibangun sekitar tahun 1600 Masehi pada saat perjalanan I Gede Pasek pindah dari Kerajaan Gelgel mencari beringin kembar sebagai tempat permukiman bersama adik-adiknya. Dalam perjalanan I Gede Pasek dari Kerajaan Gelgel, melalui Bukit Buluh, Desa Akah, Desa Manduang, Desa Selisihan, kemudian menuruni dan menyeberangi Sungai Jinah. Kemudian menemukan mata air yang jernih. “Di sinilah beliau menyucikan diri / nyuciang rasa dengan melukat / mesiram yang kemudian diberi nama Pesiraman,” kata Adnyana.
Setelah itu Gede Pasek bertapa / beryoga dan melihat di atas bukit sinar yang memancar dari pohon pakis aji. Gede Pasek melanjutkan mencari tempat sinar tersebut melalui belahan air selau yang kemudian diberi nama Pucak Ukur-ukuran Gunung Kawi.
Sementara itu, penataan Kawasan Tirta Pelukatan Pura Pesiraman tersebut sudah dilakukan pada 2023 lalu. Dengan menggunakan dana desa sebesar Rp 165.267.000, memakan waktu pengerjaan selama 4 bulan dan pola kegiatan swakelola yang dikerjakan oleh tim pelaksana kegiatan (TPK) Desa Aan. (nav)